Senin, 08 Oktober 2012

My Short Story: Tangkai-Tangkai Bunga Punya Nika









Meninggalkan gerbang putih yang seharusnya penuh kenangan ini aku lakukan dengan gaya berbeda dari yang lain, dan tentu saja dengan hati yang berbeda pula dari bisaanya. Hasil perenunganku tadi malam
Aku minta maaf, maaf setulusnya
Selalu menyalahkan, selalu mengujat, bahkan tanpa henti. Atas segala sesuatu yang terjadi padaku, sejak 8 tahun menjalani kehidupanku. Menampik semua yang seharusnya ku tangkap dan perjuangkan, menghindari semua yang seharusnya kulakukan dengan  yang sebaik mungkin, mencoba menguatkan diri sendiri dengan licik padahal sudah seharusnya aku merasa lemah dan bisa memahami bahwa orang tidak berbekal sepertiku harus berusaha lebih peka. Maaf… semua karena kesalahanku sendiri yang tidak aku sadari, seharusnya aku adalah protagonist, bukan orang yang berperan sebagai protagonist padahal antagonis sejati. Usia saat itu seharusnya sudah cukup untuk menyadari bahwa menyembunyikan sesuatu dengan iktikad buruk pasti akan tercium juga, itu akan kusadari seandainya jalan pikiranku memang normal. Bila tidak ada yang ditonjolkan, tidak akan ada yang peduli pada kita, begitulah… sehingga aku berusaha. Berusaha memenuhi  tuntutan, membuat semua orang berdecak padaku, bukan dengan berjuang menjadi tinggi, namun berjuang merendahkan yang lain.
Setelah semua terbongkar, cukuplah sudah semuanya. Bukan decakan lagi yang didapat namun malah mendapat cara baru menghabiskan waktu, dengan menghujat.
Maaf aku benar-benar tidak tahu, sudah kubilang pikiranku tidak berjalan dengan baik untuk menyadari yang selalu mencintaiku dan berusaha mengingatkanku, sehingga harus kuabaikan bahkan kusakiti.
Aku minta maaf, maaf setulusnya
Membiarkan seluruh indraku menutupi semuanya. Maaf selalu menganggapmu jahat hanya karena sering memukul adikku yang masih kecil, maaf selalu menganggapmu jahat hanya karena meninggalkanku sejak tiga bulan kehidupanku, maaf selalu menganggapmu jahat karena pendiam dan saat kau berkata-kata itu sangat menusuk. Maaf selalu menganggapmu jahat karena semua orang berkata begitu… maaf karena kita tidak saling kenal dan tidak berlaku selayaknya orang lain yang memliki hubungan yang sama.
Seandainya saat itu aku tidak menganggap bahwa istilah “surga di telapak kakimu” hanya bualan orang aneh saja, aku tidak akan menghancurkan hidupku sendiri dengan pilihan tanpa restumu.
Aku minta maaf setulusnya
Menyamakanmu dengan sesuatu yang kubenci hanya karena kau suka menuntut, tidak pernah memperhatikan keluh kesahku, selalu bersikap datar tanpa ekspresi saat aku dengan berapi-api menunjukkan hasil keringatku, mungkin tepatnya hasil usahaku merendahkan yang lain.  Maaf, kini selalu mengecewakanmu, tidak pernah memikirkan harapan-harapanmu yang selama ini tertuang padaku, selalu membuatmu malu, menyia-nyiakan keringatmu mencari rupiah demi rupiah untuk memenuhi semua kebutuhanku.
Dan sama, aku menganggapmu jahat karena meninggalkanku sejak tiga bulan kehidupanku, begitu kembali dengan segala macam tuntutanmu atas diriku, dan kini dengan semua pertengkaran yang kalian tunjukkan di depanku, membuatku menganggapmu semakin jahat, sekali lagi maaf.
Aku minta maaf, maaf setulusnya
Menganggapmu hanya sebagai pembual frustasi yang hanya ingin balas dendam karena dulu juga diperlakukan begitu. Maaf karna tidak tahu bahwa kau benar-benar mencintai pekerjanmu dan mencintai kami, bahkan berkilometer jauhnya mengayuh hanya untuk mendapat anggukan atau gelengan ogah-ogahan dari kami., eh bukan… terutama dariku. Asal tahu, sejak lembaga pertama yang mendidikku menganggapku sampah setelah menjunjungku tinggi, aku tidak pernah menaruh hasratku lagi pada lembaga semacam itu dan termasuk orang-orang di dalamnya, sehingga maaf bila kau menjadi korban kebencianku.
Membuang jauh apa yang kau sampaikan padahal kau berharap itu akan menjadi bekal, memberi kesempatan kedua yang ternyata kusiakan, memberi kepercayaan bahwa suatu saat aku akan berubah, tapi maaf mengecewakan. Pikiranku memang tidak berjalan dengan baik.
Maaf Setulusnya
Tidak pernah menganggap kalian benar-benar hidup, hanya kumpulan mesin terjejal yang dikendalikan sebuah remot dari jarak jauh. Selalu menghujat kalian di balik sikap yang kutunjukkan sebiasa mungkin. Bukan apa-apa hanya karena aku  tidak bisa seperti kalian yang saling berjuang sekuat mungkin untuk menggantungkan prestasi tertinggi. Bukan apa-apa hanya aku saja tidak pernah memahami atau mencoba memahami jalan pikiran kalian, karena kalian tahu kan… seperti yang selama ini kalian katakan padaku bahwa memang pikiranku ini tidak berjalan dengan baik. Aku tidak mau repot-repot untuk melahap kertas-kertas tebal itu, atau mengutak-atik angka-angka itu, aku juga  tidak mau bergabung dengan kalian yang belok ke arah ber rak-rak kumpulan kertas, aku ada dunia sendiri dengan berbagai macam piringan bulat yang membuatku meneteskan air mata setiap menjelang episode terakhir. Aku pernah menjalani itu dulu, maksudku seperti kalian… dan aku tidak mendapatkan apa-apa, hanya sedikit kepuasan saat semua orang berdecak melihat kita, tapi setelah itu….nihil.  
Jadi hasil perenunganku tadi malam, dengan referensi film-film serial yang pernah aku tonton, aku memutuskan….Peristiwa terdepaknya aku di antara kalian, karena aku tidak lagi bisa berjuang dan bersaing bersama kalian di kelas percepatan, aku akan jalani masa biasa saja, tiga tahun berseragam putih abu-abu. Sekarang aku tidak akan menyalahkan siapa-siapa lagi, aku akan menerima semuanya karena memang ini yang harus aku terima, mungkin aku akan malu, atau dipandang tidak berguna, tapi sudahlah yang jelas aku berterima kasih
PadaMu yang selalu mencintaiku, selalu memaafkan dan memberi kesempatan untuk tidak terjatuh pada pikiran bodoh lebih dalam, memberi pencerahan dari pertemuanku dengannya. Pada Ibu  yang sebenarnya sangat menyayangiku aku berterima kasih, selama ini aku marah dan mungkin sedikit membenci  hanya karena aku sangat merindukanmu, dan atas segala tekanan yang kau … terima karena kondisi yang buruk membuatmu bersikap agak lain, untuk orang lain mungkin jahat, tapi dalam dirimu sebenarnya aku menemukan sosok ibu. Sekarang kau sudah membuang jauh sosok jahat itu, dan aku berharap selalu begitu…. menyayangi aku dan adik, serta baik pada ayah. Untuk ayah aku berterima kasih, di balik sikap datarmu sebenarnya kau sangat menghargaiku, dan menanam harapan yang tinggi karena kau percaya sebenarnya aku mampu, hanya saja mungkin kau tidak tahu bagaimana mengungkapkan rasa sayangmu itu. Aku sudah mengerti, aku yang salah menyikapi sehingga merasa selalu terbebani. Guru-guruku yang sabar dan selalu berusaha berbagi, kalian sangat memahami dan selalu memberikan yang terbaik untuk kami, kekakuan dan segala macam tugas yang diberikan mempunyai tujuan yang sangat mulia, terima kasih atas kesempatannya. Dan terakhir teman-temanku, sebenarnya kalian sangat baik, aku terlalu sensitive dan memikirkan luka sehingga menyangka kalian para pengejar prestasi yang tidak bisa memahami perasaan orang lain, dan hanya menghabiskan waktu dengan kegiatan membosankan, tapi sekali lagi kalian tidak salah, kalian sangat baik hanya saja mungkin sedikit membiarkan hati berbicara akan membuat kondisi lebih nyaman.
Sebelum perenungan itu, dengan suasana terburuk dan langkah tergontai memikirkan vonis dikeluarkannya aku dari kelas percepatan, tidak seburuk itu juga, memang aku sudah menduganya. Di tepi jalan itu gadis kecil yang sebaya adikku menggenggam bertangkai bunga, dia terpisah dari sang ibu. Air matanya mengering, aku bukan orang yang pandai bicara atau selayaknya kakak yang ramah, tapi aku ingin dia sedikit lupa kondisinya sebagai anak hilang
“Bunganya banyak sekali, untuk siapa?”
“Buat ayah, ibu, temen-temen… semua yang sayang sama Nika..”
“wah…. Pasti banyak sekali yang sayang sama Nika.”
Percakapan terhenti, aku tidak tahu apalagi yang harus aku katakan. Aku mengantarnya ke kantor polisi, bukan apa-apa tapi opsir itu seperti sudah mengenalnya dengan dengan  sangat baik
“Aduh…. Kali ini dengan siapa lagi…..?”
“Hehe… selamat siang Pak ….ini untuk Bapak.”
Nika, gadis kecil itu tinggal di panti asuhan sejak berumur dua tahun, ayah dan Ibu meninggal karena kecelakaan mobil saat akan berangkat kerja. Dia sendirian…. Ehm tidak juga, tapi dia kesepian, jadi setiap akhir pekan dia memetik banyak bunga, menunggu di tepi jalan jika ada orang yang mengantarnya ke kantor polisi, lalu ke makam orang tuanya. Dia selalu kuat, tidak pernah senyum manis itu lenyap dari bibir mungilnya, dia tidak memiliki hubungan darah atau semacamnya dengan orang lain, tapi selalu merasa semua orang menyayanginya.
Sedangkan aku…… tidak pernah tahu sebenarnya sayang itu apa, hanya tahu semua akan mau peduli padaku jika aku berprestasi…. Menghalalkan segala cara, akhirnya dibuang dan sia-sia. Masa lalu dan kurangnya perhatian membuatku menghujat semua orang, bahkan Penciptaku dan menjadi awal semua kehancuran hidupku, terutama sekolahku.
“Ini untuk kakak yang baik…… maaf merepotkan Kakak, terima kasih.”
Mulai sekarang aku buka hati, memandang dari segi yang baik. Maaf setulusnya…. Dan terima kasih

Tidak ada komentar: